Sabtu, 18 November 2017

Pelaku Bisnis Start Up Senang Didukung Pemerintah



NURUL-HUDA.GA - Mayoritas masyarakat senang belanja online karena mudah dan tidak ribet, serta barang yang diterima sesuai. Tapi ada juga yang kecewa karena barang yang dipesan tidak sesuai dengan yang terpampang di situs belanja.
Pengalaman belanja online seperti ini tak jarang dijumpai. Semenjak sembilan tahun silam, ketika industri bisnis digital mulai ramai, pemerintah berusaha memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pelaku e-commerce.


Pelaku Bisnis Start Up Senang Didukung Pemerintah




Dimulai dengan ditetapkan nya UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 mengenai Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2017-2019.
Perlindungan konsumen e-commerce tertera dalam Pasal 9 UU ITE, yang berbunyi bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, terdapat Pasal 65 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar. Pasal 66 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai transaksi perdagangan melalui sistem elektronik diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Yang di maksud peraturan pemerintah yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2017-2019. Perpres ini berikut lampirannya memberikan arahan dan langkah-langkah penyiapan dan pelaksanaan perdagangan yang transaksinya berbasiskan serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Peraturan lain mengenai e-commerce ini adalah pengenaan pajak. Hingga kini belum ada ketetapan pajak khusus untuk e-commerce ini, selain Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE/62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi e-Commerce.
Surat edaran itu menegaskan bahwa tidak ada pajak baru dalam transaksi e-commerce, sehingga tidak ada perbedaan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan antara transaksi e-commerce dan konvensional. Penjual dan pembeli dapat dikenakan pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang sudah ada.
Namun, melalui Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XIV yang diterbitkan pada 10 November 2016, pemerintah memberikan insentif kepada pelaku start-up e commerce berupa keringanan pajak, yaitu Pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi pada perusahaan start up.
Izin prosedur perpajakan disederhanakan bagi pelaku bisnis online start up e-commerce yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun melalui pelaksanaan PP Nomor 44 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, sehingga start up ecommerce tersebut dikenakan pajak final sebesar 1 persen.
Memberikan kesamaan peraturan perpajakan antara pengusaha e-commerce asing dengan domestik. Pelaku usaha asing yang menyediakan layanan dan/atau konten di Indonesia wajib untuk memenuhi seluruh ketentuan perpajakan yang telah di tetapkan.
Saat ini Kementerian Keuangan masih melakukan finalisasi aturan pajak e-commerce. Rencananya, aturan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan itu diterbitkan dalam waktu dekat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan regulasi yang dibuat pemerintah sejauh ini bertujuan memberikan keadilan bagi semua pemain sehingga timbul persaingan yang sehat. Ia berharap pelaku industri tidak menganggap regulasi sebagai penghambat pertumbuhan bisnis.
Achmad Zaki – sebagai pendiri e-commerce Bukalapak – menanggapi bahwa Presiden Joko Widodo sportif sekali terhadap pelaku usaha start up dan technology company, sebagai tanggapan regulasi pemerintah